Headlines News :

Website Baru

Website SDIT Alam Harapan Ummat sudah berganti alamat menjadi sdit.harumpbg.com. Klik disini untuk masuk ke website baru.
Home » , » Menumbuhkan Tradisi Literasi Sejak Dini

Menumbuhkan Tradisi Literasi Sejak Dini

Written By sditalamharum on Rabu, 03 Oktober 2012 | 23.57


Membaca dan menulis merupakan tradisi islam. Hal ini tersirat dalam Al-Quran. Sesungguhnya Al-Quran adalah kitab yang luar biasa. Wahyu yang pertama kali diturunkan bukanlah perintah shalat, puasa, zakat, atau yang lainnya akan tetapi ayat-ayat yang memerintahkan untuk membaca. “Bacalah!”. Ayat-ayat tersebut merupakan rahmat pertama yang di berikan Allah SWT kepada para hamba-Nya dan nikmat pertama yang dicurahkan Allah kepada mereka. Allah Berfirman yang artinya :
 “Nun, demi kalam (pena) dan apa yang mereka tuliskan (Qs. Al-Qalam(68):1)
Ayat di atas tidak asing lagi bagi kita. Ayat yang  menegaskan pentingnya menulis sebagai tradisi yang harus dimiliki umat Islam. Tradisi menulis ini berkaitan erat dengan tradisi membaca yang telah dititahkan Allah SWT dalam surat Al-Alaq ayat pertama.
Kedua tradisi inilah yang terus membingkai setiap aktivitas ulama dan intelektual muslim tempo dulu sehingga mampu mengikat ilmu dan menyebarkannya. Bahkan Ali bin Abi Thalib ra mengatakan “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” Betapa pentingnya tradisi literasi ini hingga sahabat rasulullah inipun mengingatkan pada kita pada tradisi ulama islam.
Sebuah pernyataan menarik yang dituliskan oleh Dwi Budiyanto (2009,170-171) bahwa membaca menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya peradaban Islam. Sebuah peradaban yang meletakkan kesadaran dan pengetahuan sebagai titik awal perkebangan. Sebuah peradaban yang dibangun melalui tradisi literasi yang kuat, yaitu tradisi yang menempatkan baca-tulis sebagai pijakan. Memang begitulah seharusnya para umat muslim, mengikat erat tradisi baca-tulis. Sehingga habitus literasi ini menjadi pondasi dalam membangun peradaban islam.
World Bank di dalam salah satu laporan pendidikannya, "Education in Indonesia - From Crisis to Recovery" (1998) melukiskan begitu rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Dengan mengutip hasil studi dari Vincent Greanary, dilukiskan siswa-siswa kelas enam SD Indonesia dengan nilai 51,7 berada di urutan paling akhir setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). Artinya, kemampuan membaca anak Indonesia memang paling buruk dibandingkan anak dari negara-negara lainnya, sungguh miris.
Di era globalisasi saat ini, informasi menjadi alat kekuasaan paling efektif. Bangsa mana yang menguasai arus informasi dialah yang menguasai dunia.  Dalam hal ini Salim A Fillah mengemukakan, “Dalam sejarah, kuasa wacana selalu memegang peranan penting yang menetukan arah perjalanan masyarakat”. Dengan mengutip perkataan Abdullah Azzam, ”Sejarah Islam ditulis dengan hitamnya tinta ulama dan merahnya darah para syuhada.”Johannes Pedersen dalam bukunya Intelektualisme Islam mengungkapkan ”Jarang ada kebudayaan lain dimana dunia tulis-menulis memainkan peranan yang begitu penting seperti dalam peradaban Islam.”
“Maka amat naif jika umat Islam merasa enggan untuk terjun ke kancah dunia jurnalistik, kecuali kalau kita menunggu kembalinya penjajah berdatangan dengan pena dan tinta mereka.”(Amilia Indriyanti, 2006).
Hal ini menguatkan kita untuk menjadikan hal ini (baca-tulis) sebagai sebuah tradisi tentu saja harus senantiasa ditumbuhkan sejak usia dini. Tradisi literasi yang harus terus tumbuh kembangkan oleh generasi muda. Generasi penerus negeri, yang kelak amanah perjuangan bangsa akan diembannya.
Teringat dengan kata pengantar Taufik Ismail dalam buku Anis Matta, “Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu, agar anak pengecut jadi pemberani” begitu besarnya pengaruh sastra pada anak hingga mampu merubah mereka menjadi pribadi yang pemberani. Sekali lagi ini merupakan sebuah keharusan untuk mengajarkan para generasi muda kita untuk membaca dan menulis. Menjadikan tradisi literasi sejak dini untuk membangun peradaban islam. Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi.Kini saatnya melatih mereka untuk membentuk habitus baca-tulis. 
Al-Ghazali menyatakan bahwa “anak adalah amanah di tangan ibu-bapaknya. Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat baik dan akan bahagia di dunia akhirat. Sebaliknya, apabila ia dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak dipedulikan seperti halnya hewan, niscaya ia akan hancur dan binasa” demikian Al-Ghazali menerangkan gambaran pentingnya penanaman nilai-nilai pada anak. Hingga nantinya ia akan tumbuh dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ditanamkan sejak kecil. Wallahu’alam. (Aeni)
Share this article :

2 komentar:

  1. Dimulai sejak dini, yang terlanjur sudah dewasa dimulai saat ini. Ayo terus membaca untuk membuka jendela dunia.

    BalasHapus

 
Copyright © 2012. SDIT ALAM HARAPAN UMMAT PURBALINGGA - All Rights Reserved
Design by EDU Themes Special Education Web Design